Polisi Kunjungi Rumah Remaja Magelang Usai Laporan Salah Tangkap ke Polda
wisatamagelang.id, MAGELANG –Beberapa anggota kepolisian dilaporkan telah mengunjungi rumah DRP (15), seorang pelajar yang disebut-sebut menjadi korban kesalahan penangkapan dan penyiksaan oleh anggota Polres Magelang Kota.
Kedatangan pihak kepolisian itu berlangsung sehari setelah orang tua DRP, Dita (45), mengajukan laporan ke Polda Jawa Tengah pada hari Selasa (16/9/2025) yang lalu.
Berdasarkan penjelasan Dita saat dijumpai di kediamannya di Kecamatan Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, pada hari Rabu (17/9/2025), tiga orang petugas tiba dengan mobil sekitar pukul 11.00 WIB.
Salah satu dari mereka adalah seorang perempuan yang mengenakan seragam, sedangkan seorang laki-laki juga berpakaian seragam, dan laki-laki yang lainnya memakai pakaian kasual.
“Seorang yang terlihat cukup muda (tanpa seragam) mendekati saya dan saya tidak tahu apakah dia polisi atau bukan, lalu dia mulai berbincang dengan saya. Intinya, dia bertanya mengapa hal itu harus dilaporkan ke Polda. Saya pun menjelaskan bahwa saya hanya menginginkan keadilan untuk anak saya,” ungkap Dita.
Ibu yang memiliki lima anak ini menegaskan bahwa DRP bukanlah bagian dari kerumunan aksi yang terjadi di Mapolres Magelang Kota pada hari Jumat (29/8/2025).
Sebelum berangkat ke kota, DRP terlebih dahulu menghadiri acara utama peringatan 17 Agustus di desanya. Ia sempat membagikan momen tersebut melalui unggahan story di akun Instagram pribadinya.
Pada malam hari, sekitar pukul 22.00 WIB, ia diundang untuk menemani temannya melakukan transaksi COD di sekitar lapangan Rindam, Kota Magelang.
Namun ketika membeli bensin eceran di daerah Samban, Kota Magelang, DRP ditangkap oleh polisi. Sementara itu, rekannya berhasil melarikan diri.
“Dia hanya menjadi penumpang, saat acara dangdutan puncak Agustusan, dia menari, kemudian temannya meminta untuk diantar COD. Dia hanya dibawa naik motor,” ujarnya.
Keluarga mengungkapkan bahwa selama berada di kantor polisi, DRP mengalami tindakan kekerasan.
Ia dipukul dengan selang, ditampar, ditendang, dan dipukul di area dada hingga akhirnya terpaksa mengakui tuduhan yang ditujukan kepadanya.
“Di dalam berita acara, anak saya memang mengaku terlibat dalam demo, tetapi itu terjadi setelah dia dipukul. Saya meminta agar anak saya mendapatkan permohonan maaf, jangan ada rasa gengsi jika memang terjadi salah tangkap,” katanya.
Dita mengungkapkan, walaupun tidak ada permintaan secara langsung untuk menarik laporan, dia merasakan adanya usaha untuk mendekati agar masalah tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, ia bertekad untuk terus melanjutkan proses hukum dengan dukungan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
“Secara langsung tidak ada permintaan untuk mencabut laporan. Namun, saya memahami dan peka terhadap situasi. Intinya, masalah ini sebenarnya bisa dibicarakan dengan baik. Tapi karena saya sudah terlanjur sampai ke Polda, yang memakan waktu saya dan orang-orang, saya tetap pada rencana awal,” ujarnya.
Mengenai keadaan anak pertamanya, Dita menyatakan bahwa luka fisik DRP sudah mulai sembuh, meskipun belum ada kesempatan untuk melakukan pemeriksaan rontgen akibat keterbatasan biaya. Namun, trauma psikologisnya masih terasa.
“Meski fisiknya sudah pulih, tetapi mentalnya masih terganggu. Selama di sana, dia mengalami banyak penyiksaan yang mungkin membuat anak saya merasa takut bahkan hanya dengan melihat kantor polisi,” katanya.
Dita, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, menyatakan bahwa sampai saat ini, pihak kepolisian masih mengharuskan putranya untuk melapor ke Polres Magelang Kota setiap hari Selasa dan Kamis selama bulan September 2025.
Ia berpendapat bahwa tanggung jawab tersebut harus tetap dilaksanakan meskipun sejak awal ia merasa tidak setuju.
Ketika pertama kali, ia bahkan pernah tidak datang untuk memenuhi jadwal wajib lapor karena menganggap anaknya tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.
“Pada Selasa pertama, saya memang sengaja tidak hadir karena anak saya tidak melakukan demonstrasi, jadi untuk apa saya absen. Ternyata, saya malah dihubungi oleh pihak sekolah, dan kemudian wali kelas terus menelepon saya. Saya tidak mengikuti prosedur,” katanya.
Ia menyatakan bahwa untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, termasuk kekhawatiran anaknya mendapatkan sanksi di sekolah, ia pun memutuskan untuk mengikuti prosedur wajib lapor itu.
“Baiklah, saya akan terus absen saja, daripada nanti terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti dikeluarkan atau yang lainnya. Ini sudah hampir enam kali saya absen,” ujarnya.
Sebelumnya, informasi pribadi DRP juga telah beredar di beberapa grup WhatsApp dengan penjelasan “data demonstrasi anarkis yang telah diamankan”.
Dita berpendapat bahwa penyebaran informasi tersebut semakin memperparah situasi dan merusak reputasi anaknya. Data yang beredar mencakup nama lengkap, alamat, tanggal lahir, asal sekolah, serta foto DRP.
“Data ini sangat lengkap, wajahnya juga terlihat jelas. Sementara anak saya masih di bawah umur. Saya meminta agar ada klarifikasi bahwa anak saya tidak bersalah. Jika tidak, reputasinya akan terus tercemar,” ujarnya.
Kapolres Magelang Kota, AKBP Anita Indah Setyaningrum, hingga saat ini belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai dugaan kehadiran anggota polisi di rumah DRP. Upaya untuk mengonfirmasi hal tersebut juga belum mendapatkan tanggapan.
Pada pagi hari Rabu (17/9/2025) yang lalu, Anita mengungkapkan bahwa mereka belum mendapatkan informasi atau salinan mengenai laporan orang tua DRP kepada Polda Jawa Tengah.
Dia menyatakan bahwa setelah menerima laporan resmi, hal tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk penyelidikan, dan Polres Magelang Kota siap menangani kasus ini dengan profesional dan transparan.
Ia berpendapat bahwa pihak berwenang hanya menjaga keamanan para demonstran yang berada di tempat kejadian dan juga yang terlibat dalam melemparkan barang berbahaya ke arah petugas.
Sebanyak 53 orang peserta ditahan untuk dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi, sebelum akhirnya mendapatkan edukasi bersama Kapolres, Dandim, Bupati Magelang, Wali Kota Magelang, Bupati Temanggung, serta tim yang berwenang.
“Setelah itu, peserta akan diserahkan kembali kepada orang tua atau wali mereka dengan pendampingan dari perangkat desa dan Bhabinkamtibmas,” katanya.
Anita juga menolak tuduhan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya terhadap para demonstran.
“Kami tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap para demonstran,” ujarnya. (tro)
Baca dan Simak Berita dari wisatamagelang.id di GOOGLE NEWS