Kades Sukomulyo Magelang Terjerat Korupsi, Uang Desa Rp727 Juta Raib
Audit dari Inspektorat Kabupaten Magelang menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp727.999.149.
wisatamagelang.id, MAGELANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang telah menetapkan Ahmat Riyadi (50), Kepala Desa Sukomulyo di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada Rabu (17/9/2025).
Ia diduga telah melakukan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan desa untuk tahun anggaran 2022–2023, dengan estimasi kerugian bagi negara mencapai Rp 727 juta.
Setelah statusnya ditetapkan sebagai tersangka, Ahmat Riyadi segera ditahan di Lapas Kelas II A Magelang selama 20 hari ke depan.
Kerugian Rp727 juta
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang, Robby Hermansyah, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik memperoleh bukti yang kuat mengenai dugaan penyalahgunaan dana desa.
“Tersangka adalah kepala desa yang masih menjabat untuk periode 2019–2026 dan diduga telah menyalahgunakan anggaran tahun 2022 serta 2023,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa anggaran untuk Desa Sukomulyo pada tahun 2022 adalah Rp2,2 miliar, sedangkan untuk tahun 2023 sebesar Rp1,8 miliar.
Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Magelang, dari total tersebut terungkap kerugian negara sebesar Rp 727.999.149.
Robby menyatakan bahwa cara yang digunakan oleh tersangka adalah mencairkan dana desa dan melaksanakan kegiatan tersebut secara mandiri tanpa melibatkan tim pelaksana kegiatan (TPK).
Di samping itu, beberapa aktivitas tidak sejalan dengan APBDes, bahkan ada yang tidak dilaksanakan sama sekali atau bisa dikatakan fiktif.
Dana yang disalahgunakan dikatakan telah habis untuk keperluan pribadi sehari-hari.
“Hingga saat ini, tersangka belum menunjukkan niat baik untuk mengembalikan kerugian yang dialami negara,” katanya.
• Kasus Kepala Desa di Magelang Dilaporkan kepada Bupati karena diduga melakukan penyimpangan dana desa.
Penasehat Hukum Keberatan
Di sisi lain, pengacara tersangka, Satria Budhi, mengungkapkan bahwa kliennya tidak setuju dengan estimasi kerugian yang dialami negara.
Ia menyatakan bahwa sebagian dari dana yang dituduhkan telah dikembalikan, meskipun jumlah yang dikembalikan belum sesuai dengan hasil audit dari Inspektorat.
“Dia merasa ada sedikit keberatan karena menganggap sudah mengembalikan,” katanya.
Ancaman Hukuman
Karena tindakannya, tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Hukuman yang dihadapi adalah minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Berikut ini adalah kutipan dan penjelasan dari Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 dikutip wisatamagelang.iddaridokumen Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 di website JDIH BPK RI.
Pasal 2 ayat (1)
“Setiap individu yang melakukan tindakan ilegal untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu perusahaan yang dapat merugikan keuangan negara atau ekonomi negara, akan dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau penjara dengan masa minimal 4 (empat) tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00.”
Pasal ini menghukum pelaku korupsi yang secara ilegal memperkaya diri, tanpa perlu memiliki posisi atau wewenang tertentu.
Pasal 3
“Setiap individu yang dengan niat untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu perusahaan, menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan, atau sumber daya yang dimiliki karena jabatan atau posisinya yang dapat merugikan keuangan negara atau ekonomi negara, akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau penjara dengan masa hukuman minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 20 (dua puluh) tahun serta/atau denda minimal Rp50.000.000,00 dan maksimal Rp1.000.000.000,00.”
Pasal ini lebih terperinci: pelaku wajib memiliki posisi atau jabatan yang memberikan kewenangan, dan kewenangan tersebut disalahgunakan.
Pasal 18
Pasal ini mengatur mengenai penyitaan aset yang diperoleh dari tindakan korupsi, yang mencakup:
Pengembalian kerugian keuangan negara
Pembayaran uang pengganti
Pengambilalihan barang yang digunakan atau didapat dari tindakan korupsi.
Pasal ini meningkatkan efek pencegahan dengan mengembalikan kerugian yang dialami negara dan menyita hasil dari tindakan korupsi. (tro)
Baca dan Simak Berita di wisatamagelang.iddiGOOGLE NEWS