BERITA

Kekecewaan Warga Magelang soal Beras Oplosan: Patah Hati Kesekian Kali Setelah Bensin dan Migor Dioplos

MAGELANG, wisatamagelang.id – Warga Magelang, Jawa Tengah, menyatakan kekecewaannya atas temuan dugaan pelanggaran kualitas dan takaran pada beras premium yang beredar di berbagai wilayah Indonesia.

Mereka merasa dibohongi dengan label premium yang seharusnya mencerminkan mutu yang lebih baik dibandingkan beras medium atau curah.

Fitriana, seorang aparatur sipil negara, mengaku memilih beras premium karena kemudahan dalam pembelian di toko ritel.

“Aku beli beras premium karena praktis, sudah dikemas,” ujarnya saat dihubungi wisatamagelang.idpada Kamis (17/7/2025).

Ibu dua anak tersebut mengaku membeli merek beras secara sembarangan, termasuk merek S yang ditengarai dioplos.

Dalam sebulan, keluarganya menghabiskan satu kemasan beras seberat 5 kilogram.

Belakangan, Fitriana tidak merasakan kejanggalan saat mengonsumsi beras premium, terutama karena ia mencampurkannya dengan beras lokal seperti menthik wangi untuk mendapatkan tekstur yang lebih pulen.

“Aku berharap ada pembenahan soal beras premium. Kasus ini patah hati kesekian kali setelah bensin oplosan dan Minyakita oplosan,” cetusnya.

Kurniawati, seorang karyawan swasta, juga merasakan kecurangan terkait temuan dugaan beras premium oplosan.

Ia menilai harga beras yang berkisar antara Rp 80.000-90.000 tergolong mahal.

“Saya merasa dibohongi. Karena anggapan premium, kan, pasti mutunya baik,” katanya kepada wisatamagelang.idpada hari yang sama.

Kurniawati biasa membeli dua merek yang ditengarai dioplos.

Kecurigaan terhadap praktik pengoplosan beras bermula dari anomali harga di pasar dua bulan lalu, di mana harga gabah di tingkat petani menurun, sementara harga beras justru mengalami kenaikan.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa produksi beras nasional meningkat sebesar 14 persen dengan surplus mencapai 3 juta ton.

Kementerian Pertanian kemudian melakukan pengecekan lapangan di 10 provinsi penghasil beras utama.

Sebanyak 268 merek beras diuji di 13 laboratorium, dan hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 85 persen beras curah yang beredar tidak memenuhi standar mutu.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa modus yang dilakukan pelaku adalah mengemas ulang beras curah dengan label “beras premium” dan diduga mengurangi isi kemasan.

“Yang seharusnya 5 kilogram, ternyata isinya cuma 4,5 kilogram,” ujarnya.

Sekitar 50 hingga 60 persen beras berlabel premium ternyata tidak memenuhi standar mutu.

Amran menyatakan bahwa praktik pengoplosan tersebut telah merugikan masyarakat hingga Rp 99 triliun per tahun.

Kerugian ini berpotensi lebih besar jika ditelusuri ke tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, nanti angkanya sudah pasti bukan Rp 100 triliun, pasti di atas,” jelasnya.

Sementara itu, kerugian negara lebih banyak terjadi dalam konteks distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Amran menuturkan bahwa banyak beras SPHP yang seharusnya dijual murah justru dioplos dan dipasarkan ulang sebagai beras premium.

Badan Reserse Kriminal Polri masih menyelidiki dugaan beras oplosan ini. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *